Darkness Catalyst Arc
Ruangan itu sunyi. Dinding kristal hitamnya memantulkan cahaya merah samar yang berasal dari simbol-simbol kuno di lantai, membentuk formasi sihir kompleks yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang lahir dengan darah kerajaan Tharos.
Di tengah lingkaran sihir itu, Lysandra berlutut dengan kedua pergelangan tangannya terikat rantai mantera yang memancarkan hawa penekan. Gerakannya terbatas, tapi tatapan matanya tidak. Ia masih menatap lurus dengan tajam.
Langkah sepatu terdengar mendekat, ritmis dan tak tergesa. Theodore. Ia berhenti tepat di tepi lingkaran, menatap gadis itu tanpa ekspresi.
"Kau benar-benar keras kepala," ujarnya, suara rendahnya menggema di ruang yang tak terisi suara lain.
"Dan kau benar-benar menyedihkan," balas Lysandra, datar. "Kau punya segalanya, tapi tetap menekan orang lain hanya untuk merasa berkuasa."
Senyum tipis muncul di wajah Theodore. Ia mengangkat sebuah kristal berukir simbol-simbol runik, dan begitu benda itu disentuh oleh sihirnya, cahaya keemasan menyala dari pusatnya, merambat cepat ke seluruh ruangan. Suara seperti bisikan seribu lidah terdengar samar, seolah ada sesuatu yang dibangkitkan dari dasar ruang bawah sadar.
"Aku akan menyelami frekuensi sihirmu. Menyamakan nadanya. Masuk ke ruang batinmu dan melihat apa yang selama ini kau sembunyikan, termasuk... keberadaan Dravella."
Tubuh Lysandra bergetar saat gelombang pertama resonansi mengenai dirinya. Itu bukan sekadar sihir yang menusuk kulit, tapi sesuatu yang merayap masuk ke dalam jiwanya, mencoba membaca isi pikirannya, mencoba menginterogasi siapa dirinya sebenarnya. Namun ia tidak tinggal diam. Sihirnya sendiri—yang masih agak liar, mentah, dan tak terkendali—bergerak menentang aliran Theodore. Benturan energi terjadi di antara mereka, tak terlihat oleh mata, tapi terasa seperti gelombang panas dan tekanan yang membuat ruangan itu berdengung.
Theodore mengernyit sedikit. "Kau... melawan?"
"Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh satu inci pun dari kesadaranku tanpa melawan balik," desis Lysandra.
Aura hitam mulai merayap dari tubuhnya. Energi dingin, menusuk, namun sangat hidup. Dravella.
Suara asing dan dalam terdengar dari mulut Lysandra, bukan miliknya sendiri. "Tidak sopan sekali masuk ke dalam wadahku tanpa undangan."
Theodore mundur setengah langkah saat tekanan sihir di ruangan meningkat drastis. Darah menetes dari ujung bibirnya, tapi ia hanya tersenyum tipis.
"Kurasa aku sudah memperkirakan ini."
Ia menjentikkan jarinya. Serentak, rune-rune baru menyala dari lantai—simbol yang jauh lebih tua dan kompleks dari apa pun yang pernah Lysandra lihat. Suara Dravella tercekat. Aura hitamnya menyusut, ditekan oleh pancaran terang merah keemasan dari rune tersebut.
Dravella menggeram, suaranya seperti menggema dalam dua dimensi berbeda. "Sihir anti-entitas... kau mewarisi kekuatan kotor leluhurmu."
"Aku tidak akan membiarkan entitas rendahan sepertimu mencuri eksperimenku," ujar Theodore. "Resonansi ini bukan hanya untuk menelusuri kekuatanmu. Aku ingin tahu... seberapa jauh manusia dalam dirimu bisa bertahan."
Dravella terseret kembali ke alam bawah sadar Lysandra, menghilang perlahan di balik kabut hitam. Yang tersisa hanya napas terengah Lysandra dengan tubuh gemetar, serta keringat yang membasahi pelipisnya.
"Kau... monster..." ucap Lysandra pelan.
Theodore mendekat, berjongkok di hadapannya. Ia menyentuh dagu Lysandra dan memaksa wajahnya mendongak menatapnya. Tatapannya tajam, menusuk, tapi di dalam sana ada sesuatu yang jauh lebih kompleks dari sekadar dingin. Ada obsesi. Ada rasa ingin tahu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Villainess He Shouldn't Love [HIATUS]
RandomRewrite ver __________________________________ Start : 31 Maret 2025 End : ? Cover : Canva Ilustrasi : Pinterest ⚠ Don't copy my story, jika ada kesamaan nama tokoh, setting, dsb, itu tidak disengaja. Thanks.